SELAMAT DATANG 歡迎

Assalamualaikum ... Welcome to my blog ... Do not forget to give any comments. Always Good Morning

Tuesday, 26 April 2011

Tiga Hari Tidak Dihapus Sebelas Tahun part 1

Cerita ini adalah kisahku, sebelas tahun yang lalu. Aku mencoba lagi untuk mengingat-ingat setiap detail dari kejadian itu. Bukan apa-apa, aku hanya ingin mendokumentasikan kisah-kisahku dan pengalaman hidupku. Kata orang bijak, sesekali menengok spion adalah harus dilakukan, tapi memang jangan sering-sering, hehe. Kenapa aku member judul demikian? Karena kejadian ini terjadi 11 tahun yang lalu dan terjadi selama tiga hari. Insya Allah masih melekat erat memori-memori itu di ingatanku. Aku akan cenderung untuk melihat cerita ini dari perspektifku dan apa yang mampu aku ingat waktu itu meskipun aku melibatkan orang-orang terdekatku yang mengalami kejadian bersama-sama.
Berawal dari Selasa, 15 Agustus 2000, aku merasakan hari itu hari yang sangat spesial. Bukan apa-apa, aku tahu aku akan dapat reward yang pernah didapatkan kakak kelasku, Nina Aprillinda Sari dalam kompetisi siswa teladan. Reward itu memang selalu diadakan setiap tahun. Namanya GADA BERCAHAYA (Gelar Anak Daerah Bercahaya).Gada Bercaaya diikuti oleh siswa teladan dari seluruh kecamatan di Kabupaten Cilacap. Satu kecamatan diwakili satu orang pemenang lomba siswa teladan. Pagi itu, merupakan awal-awal duduk di kelas 6 SD, awal caturwulan pertama setelah pada caturwulan ke tiga kelas 5 aku memenangkan perlombaan siswa teladan sekecamatan kesugihan. Untuk mencapai tingkat kecamatan, aku harus melalui 2 kompetisi, yaitu kompetisi tingkat SD dan kompetisi tingkat dabin. SD ku kebetulan dabin IV, SDN Pesanggrahan 01. GADA BERCAHAYA waktu itu diadakan dari tanggal 15-17 Agustus 2000 dan setiap tahunnya memang selalu begitu.
Kembali lagi ke cerita. Pagi itu, aku masuk kelas, namun tidak seperti biasanya. Karena guruku, pak Timin, sudah memberikan instruksi hari sebelumnya. “Tri, besok Selasa gak usah berangkat saja gapapa, kan persiapan gada bercahaya”,kata beliau. Iya, Selasa itu memang saya tetap berangkat, namun aku tidak masuk kelas full time. Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi dan aku sudah masuk kelas. Kemudian pak Timin, guru SD ku yang tahu kalau aku ternyata masuk sekolah,bilang padaku, “Loh, kok masih masuk sekolah?”, lalu malah langsung menyuruhku maju. “Tri, maju ke depan”, katanya. Kemudian aku maju dan seperti biasa karena memang aku pendiam, akhirnya dia yang menerangkan kepada teman-temanku di kelas 6. Pak Timin berkata, “Anak-anak, hari ini sebenarnya Tri sudah saya suruh tidak masuk sekolah saja karena untuk persiapan mengikuti Gada Bercahaya”.
Teman-temanku sudah tahu apa itu Gada Bercahaya sebelumnya, sontak mereka tepuk tangan semuanya. Riuh anak SD yang mengantarkan temannya pergi Gada Bercahaya.Aku dibawa teman-temanku merasakan satu kebahagiaan karena dengan aku ikut GADA BERCAHAYA, teman-temanku sudah ikut merasa bahagia. Sejurus kemudian, guruku merogoh saku kanannya dan kemudian mengambil dompetnya. Dia mengeluarkan selembar uang 5.000 rupiah (masih ingat benar). Uang lima ribu bagi kita anak kelas 6 SD waktu itu cukup banyak. Apalagi, momen dikasih uang saku jarang terjadi di sekolahku. Aku menerima dengan tangan kanan. So, teman-temanku pada tepuk tangan lagi. Akhirnya, aku dijemput ibuku sekitar jam 10 karena ibuku tempat mengajarnya berdekatan dengan tempat aku menuntut ilmu, yaitu hanya 50 meter. Saatnya berpamitan sama mereka kemudian keluar kelas. Teman-temanku masih melihatku ke luar dari dalam kelas dan aku merasa seperti artis saja, hehe.. Guru-guruku pun ikut menyalamiku, merestuiku untuk pergi ke Cilacap. Bagiku, peristiwa itu sangat spesial.
Aku difasilitasi oleh guruku untuk naik mobilnya. Perjanjian sebelumnya bahwa aku akan dijemput jam 2 siang dan diantar dengan mobil pak Nurul Huda guru kelas 3 SD ku,,mobilnya kol berwarna cokelat yang biasa aku tumpangi,. Aku dan ibuku pulang dari sekolah naik becak. Jam 11.00 aku menyiapkan apa saja yang sebaiknya dibawa dari mulai sepatu, sandal, pakaian ganti, semuanya, termasuk handuk. Masih teringat jelas ibuku juga memberikan uang saku kepadaku Rp 20.000. Sungguh jumlah yang sangat spesial.Jam setengah dua siang, aku dijemput pak Nurul di depan rumah. Aku ikut mobil pak Nurul diantar ibuku dan kita akan menjemput delegasi putri, Nova Tri Rahayu, juara 1 siswa teladan juga, dari putri. (Nova nanti akan menjadi satu kelas denganku di SMP, tapi peringkatnya kenapa selalu jauh di bawahku?). Menjemput Nova berlangsung lama karena waktu itu guru Nova harus mengurus surat-surat dan uang saku untuk kita berdua. Masih ingat benar, kita dapat uang saku 35.000. Perjalanan ke asrama dimulai sekitar pukul 02.15. sampai di asrama jam 02.39.
Sesampainya di asrama, aku turun. Inilah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di sini dan membaca namanya “Asrama Pusdiklat”. Tempatnya cukup luas, halamannya dari ubin segi enam, ada dua gedung, dengan asrama tempat menginap ada 2 lantai. Masih terpesona dengan tempat yang akan kudiami selama beberapa hari, aku masuk bersama guruku, ibuku dan Nova juga bersama ibu dan gurunya. Kami lantas mendaftar di bagian pendaftaran, mengambil formulir dan co-card merah putih, dengan tali gantungan merah yang dikalungkan (co cardku saat ini digantung di piala yang ada di SD, seperti co-card gada bercahaya kakak tingkatku, mba Ana). Aku mengisi nama dan asal SD, asal kecamatan, kemudian mengisinya dan menempeli dengan foto berwarna 3x4. Aku juga diberi satu formulir yang harus diisi. Kolom yang paling kuingat harus diisi adalah kolom “makanan yang tidak disukai, makanan pantangan, dsb”. Cukup lama mengisi formulir di ruang registrasi,setelahnya aku disuruh memilih kamar. Panitia memberi tahuku bahwa kamar putra ada di lantai I bagian kanan.
Aku lantas berjalan menelusuri lorong yang panjang dan terdapat banyak sekali kamar. Namun, setiap kamar yang kujumpai kelihatannya semua sudah penuh. Aku meneruskan perjalanan untuk menuju kamar-kamar yang lain sambil tetap menengok kanan dan kiri, mengamat-amati muatan kamar. Mataku tertuju pada kamar selanjutnya yang kosong. Di situ cuma ada Anditya (kalo gag salah). Dia waktu itu dijuluki Krislam, karena dia Islam tapi bersekolah di SD Kristen Sidareja Kalau diajak solat kadang mau kadang tidak. Tas aku letakkan di kamarku dan masih ditemani ibuku.
Sekiranya semua merasa beres, ibuku pamit pulang padaku bersama guru pendamping yang menemani. Giliran aku sendirian, hanya bersama teman-teman yang belum kukenal. Aku mengantarkan ibuku ke depan asrama menuju mobil, untuk setelahnya kembali menuju kamarku yang tadi. Kali ini, ada pengumuman baru dari panitia bahwa kamar akan dipadatkan untuk SD karena siswa teladan SMA dan SMP lebih banyak membutuhkan ruangan. Akhirnya, aku pindah ke ruangan sebelahnya yang sudah cukup banyak terisi orang. Di situlah aku pertama kali melihat Udhik Pandu Tunggal Rahargo, siswa asal SDN Pegadingan 07 sedang menangis terisak-isak, tanpa henti dan suaranya lumayan keras. “Cowok cengeng, kenapa sih dia nangis?”,batinku, (hehe) yang menangis dan tanpa tahu sebabnya.
Di kamar waktu itu ada Wasiman, Rahmat,Dion Mahatma,dkk (lupa mereka siapa saja). Aku tanya ke mereka, “ini yang masih kosong yang mana?”. Mereka langsung menjawab sambil menunjuk posisi atas kiri,”itu yang atas masih kosong”. Akhirnya aku naik ke atas. Waktu itu masih sangat takut untuk memanjat ranjang atas. Pelan-pelan aku naik tangga seolah tidak takut padahal sangat takut, namun kusembunyikan, menaruh baju dan tas lalu aku turun. Udhik masih menangis. Aku tanya ke anak-anak yang lain mereka menjawab tidak tahu. Aku mendekatinya dan memulai pembicaraan dengannya. Aku tanya,”kenapa kok nangis?”,dia masih saja menangis. Lalu kujawab lagi sambil kuusap pundaknya,”wis ora usah nangis, cup cup cup”. Sejurus kemudian dia diam. Dia lantas kuajak jalan-jalan keluar kamar. Diapun mau.
Sore itu, kami berdua hanya jalan-jalan ke sekitar lingkungan asrama sambil menghentikan kesedihannya setelah menangis terisak-isak. Tidak ada agenda apa-apa waktu itu. Tugas utama adalah bersih-bersih diri sambil menunggu waktu makan malam. Aku dan Udhik masih sempat jalan-jalan sampai sebelum maghrib. Entah kami sudah mulai ngobrol apa lupa. Yang jelas, sore itu Udhik sudah tidak menangis lagi.Kami berdua kembali ke kamar. Aku tanya ke dia,”Udhik, kamu mau tidur di mana?”. Dia menjawab,”aku tidur sama kamu aja di atas”. Kemudian Udhik memindahkan tasnya ke atas, di sebelah tasku.
Waktu maghrib berkumandang. Saatnya semua peserta yang muslim sholat. Muadzin sholat maghrib waktu itu sampai sholat terakhir, Isya 17 Agustus 2000 Gada Bercahaya adalah Prio Anggoro, dari Kesugihan. Dia waktu adalah siswa teladan tingkat SMA dan dialah yang menjadi pusat informasi mengenai segala yang dibutuhkan, informasi kegiatan-kegiatan bahkan sampai mencari informasi nomor plat polisi untuk pulang ke Kesugihan demi kami, adik-adiknya yang masih SD.Masih ingat banget namanya.
Aku ke mushola asrama dengan teman yang lain, termasuk Udhik. Mushola ada di lantai satu sebelah barat. Jadi, kalau dari kamarku harus berjalan ke arah barat dan melewati dua lorong. Sholat magrib cukup cepat karena hanya berlangsung sekitar 10 menit. Ada tauziyah-tauziyah kecil yang mengantarkan kita sampai ke waktu Isya. Rohani kita disiram dengan siraman yang menyejukkan ala Ustad Prio Anggoro, karena dia juga dari pondok pesantren di daerah Kesugihan. Lalu, kita semua menunaikan solat Isya berjamaah dan giliran makan malam pertama di ruang makan yang cukup luas untuk menampung ratusan siswa. Aku menjumpai cewek manja, Adithia Rina Damayanti, dia sudah sangat gede bagiku waktu itu tapi makan masih disuapin. Melihat itu, aku ngomong ke Udhik,”tuh, liat, udah sebesar itu makan aja masih disuapin, manja beud”. Udhik cuma ketawa aja. Malam itu kita makan kalau ga salah lauknya telur bulat, kesukaanku, apalagi digoreng, wkwkwk. Makan malam itu berlangsung sekitar setengah jam.  Pasca itu, acara pembukaan baru dimulai.
Masih mengenakan pakaian putih merah, waktu itu, peserta dibagi perkecamatan karena malam itu adalah sesi perkenalan. Sesi perkenalan dilakukan di ruang utama, aula pusdiklat. Ruangan yang cukup luas dengan banyak sekali kursi. Acara bergulir dengan perkenalan tiap-tiap kecamatan. Lama dan sangat kelamaan, kecamatanku belum dipanggil-panggil. Jam sudah menunjukkan pukul 21.00. Setengah jam kemudian, panitia bilang,”sekarang kita beralih ke kecamatan yang paling Sugih, yaitu Kesugihan”.
Kondisiku sudah setengah ngantuk, namun kondisi para peserta masih cukup bersemangat. Kita, aku, Nova, Prio Anggoro dkk maju dan memperkenalkan diri. Dimulai dari yang paling tua memperkenalkan nama, asal sekolah, kelas, cita-cita dsb. Namun, tidak ada yang memperkenalkan akun facebook, akun twitter, bahkan nomor hape karena waktu itu belum ada facebook atau friendster, hehe. Kenal komputer aja belum, bahkan belum punya hape.
Tiba giliranku yang ke lima, aku seolah merasa tanpa beban dapat memperkenalkan diri. Suaraku masih belum seperti sekarang ini, masih kecil, kalau nyanyi nadanya masih tinggi, wkwkwk. Seperti biasa, tidak ada pertanyaan atas kami, maka kamipun mundur dan acara dilanjutkan hingga pukul 22.00. Malam itu, acara ditutup dengan adanya pengumuman dan pembagian kaos Gada Bercahaya, warnanya putih pelet merah di tepi kaos. Kaosnya memang berkerah. Aku waktu itu jalan sama Rahmat dan bilang,” kalau kaos ini diminta lagi, ku buang ke paceran”. Rahmat cuma tersenyum. Malam itu, aku telat sampai kamar karena mengantri mengambil kaos dan asyik ngobrol dengan orang lain. Waktu naik ke tempat tidurku, kulihat Udhik sudah tidur masih mengenakan baju merah putih, tapi dia tidur di pinggir. Aku yang di tengah. Dia terlihat sangat lelah karena sejenak aku melihatnya tidur sangat pulas, bahkan ketika aku loncat kearah tempat kosong, dia masih tertidur. Aku pun menyusul tidur. Hari pertama selesai.

2 comments:

  1. GADA BERCAHAYA CILACAP TAHUN 2000

    salam kenal, kebetulan dulu saya juga ikut GADA BERCAHAYA 2000 dari SMPN 1 Sidareja...

    ReplyDelete
  2. Hai Mansur Sholeh... salam kenal.. senang rasanya ya waktu itu,, meskipun sudah 14 tahun berlalu,,hehehe

    ReplyDelete