SELAMAT DATANG 歡迎

Assalamualaikum ... Welcome to my blog ... Do not forget to give any comments. Always Good Morning

Thursday, 5 May 2011

Tiga Hari Tidak Dihapus Sebelas Tahun Part 2


Pagi hari jam 04.00, panitia sudah membunyikan alarm yang ada di mega phone. Seperti sirine polisi saja, kami sontak terbangun semua. Agenda subuh itu adalah solat subuh jam 04.30. Aku membangunkan Udhik. Kita berdua mengambil sarung,wudu dan solat berjamaah di mushola pusdiklat. Pagi itu, sekitar jam 05.00, setelah solat subuh, panitia menginstruksikan ada olahraga pagi jam 05.30.  Kita disuruh siap-siap ganti baju olahraga. Kita juga dilarang memakai sandal. Panitia bilang, “kalau tidak pakai sepatu, lebih baik telanjang kaki”, mereka bilang begitu. Waktu itu, aku lebih memilih telanjang kaki karena habis olahraga pagi, ada apel pagi dan agenda bersih-bersih diri dan sarapan dan malas saja pakai sepatu, hehe. Agenda bersih-bersih diri sampai jam 7 pagi dilanjutkan sarapan sampai jam 8 pagi. Mandi waktu itu juga mengantri panjang. Aku baru bisa mandi jam setengah tujuh. Cepat-cepat aku mandi dan ganti baju. Jam 7 aku ke ruang makan bareng temen-temen. Pagi itu menu masakannya juga hampir sama, telur lagi.
Sesi makan pagi dan makan malam yang kutemui sebelumnya selalu dengan prasmanan. Yang masih kuingat setiap kali ibu-ibu koki di dapur menambahkan sayuran, selalu membawa panci yang sangat besar sekali berisi masakan, biasanya sop. Aku mengambil secukupnya untuk kemudian aku duduk di meja makan yang memang telah disediakan dan bertaplak putih. Seperti biasa, aku makan bareng Udhik dan teman lain tentunya. Sesi makan pagi itu selesai jam 8. Agenda selanjutnya kita ke pendopo kabupaten. Pagi itu, tanggal 16 Agustus, sehari sebelum upacara 17 Agustus (untuk pertama kali semenjak SD, aku tidak ikut upacara bareng teman-teman SD di lapangan Pesanggrahan).
Kami rame-rame berjalan kaki dari asrama menuju pendopo karena memang jaraknya cukup dekat sekitar 500m saja. Sepuluh menit berselang, kami baris seperti bebek rame-rame, meninggalkan asrama melewati SDN Sidakaya 01, 02, 03, melewati perempatan Walikota dan sampai di alun-alun Cilacap. Inilah pertama kali aku masuk pendopo kabupaten Cilacap. Pendoponya bersih, ukiran-ukiran khas Jawa banyak terlihat dari luar, berwarna cokelat. Masuk ke dalam, interiornya sudah modern, dan rasa-rasanya seperti rumah dinas bupati, kami melihat-lihat galeri foto bupati. Setengah jam kami melihat-lihat, ada segerombolan paskibra yang sedang serius latihan. Kami melewati kerumunan yang sedang istirahat itu. Salah satu putri paskibra bertanya padaku,”dari kecamatan mana,Dik?”. Tapi, aku kondisinya bingung, Aku kira dia bukan bertanya padaku. Jadi, aku tidak menjawab, hanya melihat dan tersenyum sedikit ke arahnya. Sebagian paskibra itu juga ada yang sedang melantunkan deklamasi. Potongan yang masih kuingat seperti ini, “ Belahlah dadaku, potong-potonglah jasadku, tapi aku masih dilindungi benteng merah putih…”, itu potongan deklamasi yang masih kuingat sampai sekarang.
Acara pagi itu lebih banyak ramah tamah dengan pak Bupati Cilacap waktu itu, Hery Tabrikarta, S.H, S.E (kalau tidak salah), hehe.. Beliau juga didampingi istrinya yang ikut menemui kami. Aku duduk di tengah. Dimulai dengan perkenalan, sambutan dsb. Tak lupa juga menyanyikan mars Cilacap Bercahaya, aku hafal lagu itu, tapi tidak dengan Udhik, hehe. Atau dia memang tidak suka menyanyi, aku tidak tahu. Di tengah-tengah acara, snack dibagikan kepada kami. Padahal perut belumlah lapar lagi. Acara itu berakhir sekitar jam 11.00. Kami berjalan lagi ke asrama dengan rute yang sama. Sampai di depan asrama, sudah terparkir beberapa bus besar yang siap mengantar kita berjalan-jalan. Tempat tujuan waktu itu adalah Pertamina UP IV dan PT Semen Cibinong, yang terletak di kawasan Industri, Cilacap.
Persiapan kulakukan secukupnya. Aku mengambil tas dan topi, serta beberapa makanan secukupnya termasuk uang saku. Udhik ada bersamaku waktu itu. Kita berdua lari menuju ke bis besar dan ber –AC, bagiku cukup mewah. Aku berjalan ke depan mencari tempat duduk yang kosong, dan akhirnya aku menemukan tempat duduk di sebelah tengah bagian bus. Udhik dan aku sama-sama suka duduk di bagian yang dekat dengan jendela. Tapi, waktu itu diputuskan yang lebih tua yang mengalah. Aku bilang,”aku yang di sini, kamu sama aku kan tua kamu. Siapa yang lebih tua yang harus ngalah, setuju?” Dia bilang, ”Apa iya? Memang kamu lahir tanggal berapa?”, tanya dia.. Seolah dia mengiyakan permintaanku. Aku bilang lagi,” Ok, aku tanggal 22 Agustus, lah kamu lahirnya tanggal berapa?”. Dia jawab:”aku tanggal 12 Agustus”. Kutimpali lagi, “Nah,kan tua kamu. Berarti kamu yang ngalah”. Dia hanya pasrah,mengiyakan dan duduk. Tapi dalam hati sebenarnya aku tidak tega untuk membiarkannya duduk tidak di dekat jendela. Aku sudah berniat untuk tukar posisi manakala kita naik bis lagi nantinya.
Bis berangkat menuju Pertamina UP IV di kawasan Lomanis. Aku tidak tahu rute mana yang diambil. Yang jelas, aku di bis hanya menikmati pemandangan alam dan asyik ngobrol dengan Udhik. Sampai akhirnya tour guide mengatakan bahwa kita sudah sampai di pertamina. Beliau juga mengatakan bahwa handphone, korek api, kamera dan yang membahayakan agar tidak dibawa. Kita lalu turun dari bis dan ada beberapa bis dari pertamina yang datang untuk tujuan tour di dalam kawasan pertamina. Sebelum kita naik bis dari pertamina, kita dikasih snack dan leaflet “biru” mengenai pertamina, dari perkenalan pertamina, sampai UP I, UPII, UPIII, dsb, dan covernya diambil pada saat sunset,bergambarkan foto kilang pertamina pada saat sore menjelang malam (ini yang secara tidak langsung membuatku menjadi suka sunset).
Sepanjang di dalam pertamina, kita dijelaskan oleh pemandu dari pertamina langsung. Pemandu selalu berusaha menjelaskan sejelas mungkin tanpa lelah. Dia memakai mega phone untuk pengeras suara dalam bis. Sesi di dalam pertamina cukup lama karena kita naik bis muter-muter satu unit pengolahan dan setiap ada bagian yang perlu dijelaskan, maka pemandu akan menjelaskan secara lengkap. Di akhir sesi, ada sesi tanya jawab. Udhik aku bujuk untuk bertanya, tapi dia sepertinya menolak. Malah dia yang menyuruhku bertanya, huft. Aku yang ingin bertanya sesuatu tapi kualitas pertanyaanku tidak bagus dan aku minta pertimbangan Udhik waktu itu. Akhirnya, aku mengacungkan tangan dan bertanya, “mengapa Pertamina dibangun di sebelah laut?”. Hal ini langsung dijawab oleh pemandu yang ada di dalam bus dan sepertinya dia tidak suka dengan pertanyaanku dan perasaanku dia memang kurang menghargaiku, dengan ogah-ogahan dia menjawab agar pembuangan air limbah menjadi lebih mudah, dsb. Tidak seperti pada saat Deny Setiawan memberikan pertanyaan tentang, “berapa jumlah karyawan di Pertamina?”. Padahal aku tahu benar itu pertanyaan buatan salah seorang pegawai pertamina. Wekz..
Beralih dari kunjungan di Pertamina, sekitar jam dua, kami melanjutkan perjalanan dengan bis yang sama menuju salah satu pabrik semen di Cilacap. Dulu, pabrik itu bernama PT Semen Cibinong, sekarang telah berganti nama menjadi PT Holcim. Aku dan Udhik selalu bertukar posisi secara otomatis. Kali ini dia yag di dekat jendela. Jika naik bus lagi, maka itu jatahku untuk duduk di dekat jendela. Sekilas melihat pabriknya sangat kotor karena debu yang beterbangan di area pabrik. Kami berkeliling pabrik sebentar dengan bus, melihat alat-alat berat pabrik, tumpukan kerikil dan pasir yang menggunung. Mobil-mobil besar juga beralu lalang di daerah pabrik. Itulah sekilas pemandangan pabrik yang kulihat dari luar.
Dari bis, kami digiring menuju satu tempat, satu gedung yang cukup menawan mataku, gedung yang luas, seperti hall atau sejenisnya. Panitia atau karyawan PT Semen Cibinong sebagian menyambut kami di teras pintu masuk. Aku melihat hadiah-hadiah yang dibungkus kertas sampul buku warna cokelat itu. Hadiah dibedakan sesuai jenis sekolahnya, yaitu SD, SMP dan SMA. Saya tidak tahu apa perbedaan hadiah anak SD, SMP dan SMA. Yang jelas, saat pertama melihat kita dapat bungkusan, Udhik bilang begini, “Wah, kita dikasih oleh-oleh semen”. Aku menjawab,”iya, juga nih,kita dikasih oleh2 semen apa ya?”. Kita sempat mengantri untuk mendapatkan bingkisan dari PT Semen Cibinong. Bungkusan itu mendarat di tanganku dan ternyata bukan semen, melainkan buku “Mirage” sebanyak 1 pack.
Kaki ini melangkah ke dalam ruangan. Ruangan terlihat dan terkesan gelap, karena itu memang suatu ruangan untuk presentasi, aula atau sejenisnya. Hawa dingin AC terasa di kulitku mengingat aku tidak memakai jaket. Di depan ada podium dan ada layar untuk presentasi dengan power point. Kali itu, pertama kali aku melihat presentasi dengan power point. Aku sangat heran pada saat slide show karena tulisannya jalan sendiri, ngetik sendiri, hoho, bodohnya aku.. Dari pihak semen pun telah menanyakan sebelumnya, “adik-adik bisa buat presentasi power point kan?”. Begitulah. Kita diterangkan mengenai seluk beluk semen sampai dengan tahap pengolahan semen. Aku sebatas tahu apa saja info yang memang sanggup aku cerna waktu itu. Seperti reaksi kimia dsb sepertinya otakku belum jalan untuk menerima semua itu.
Sesi kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Namun, para peserta dipancing satu pertanyaan. Jika dapat menjawab, maka dari Semen akan memberikan hadiah Rp 15.000. Namun, pertanyaan yang terlalu sulit. Ada yang memang berusaha menjawab. Tapi, pada akhirnya salah. Dilanjutkan kemudian sesi tanya jawab yang melibatkan beberapa penanya yang akhirnya diselesaikan dengan sesi penutup.
Dari semen cibinong, kami diantar kembali pulang ke asrama pusdiklat sekitar jam tiga sore. Acara sore itu adalah bebas, karena jadwal baru akan dimulai pascamaghrib. Sebenarnya alokasi waktu semen cibinong dan pertamina sampai sore. Namun, karena ketepatan waktu sehingga acara pun selesai tepat waktu. Sore itu, setelah shalat ashar, kami menuju kamar masing-masing. Sekedar ngobrol ngalor ngidul, sekedar bercanda bersama. Pernah dalam suatu siang, Udhik ditemui bapaknya, pas kita berdua sedang jalan kaki menuju aula pusdiklat, dia hanya menemui sebentar dan entah ngobrol apa mereka berdua. Yang jelas, dia sudah tidak lagi menangisi bapaknya lagi, hoho..
Sore hari itu bagi kami adalah sore hari yang paling menyiksa, karena apa? Ya, sangat lapar. Perut kami sudah mulai keroncongan, keruyukan, dan apapun istilahnya. Yang jelas, di dekat asrama ada bakso yang kukenal, kalau tidak salah bakso Pak Pur. Bakso itu mempunyai cabang di mana-mana dan aku pernah makan bakso di salah satu cabang. Udhik yang waktu itu aku ajak makan bakso, namun dia menolak dengan alasan dia ingin istirahat dulu. Sementara sasaran yang kuajak dan langsung mengiyakan adalah Dion Mahatma, memang dia berisi badannya. Akupun tahu kalau aku lapar, dia pasti lebih lapar lagi. Alhasil, sore itu kita menikmati semangkuk bakso. Tidah hanya aku dan Dion, namun ternyata teman-teman yang lain ikut-ikutan makan bakso. Lumayan untuk sekedar mengganjal perut sampai Maghrib nanti.
Saatnya sholat maghrib dan isya. Seperti biasanya, muadzin dan tauziah nya adalah mas Prio Anggoro. Krislam, masih ingat benar, dia sesekali bisa diajak dan sesekali tidak bisa diajak solat. Ya Allah, sekarang dia agamanya apa ya?? Anditya, penggalan namanya yang masih kuingat sampai sekarang. Makan malam itu memakai ayam goreng seperti malam yang telah berlalu. Seolah sudah tanpa beban, kami mengambil sendiri makan malam dan tanpa malu-malu ada yang menambah. Tapi, aku cukup makan sekali dan tidak perlu nambah karena memang sudah sangat kenyang.
Malam itu, sekali lagi, kita digiring untuk berjalan kaki menuju pendopo kabupaten. Malam itu, aku duduk terpisah dari Udhik. Disebelah kiriku ada Deny Setiawan, di sebelah kananku ada yang dari Maos, terus kalau tidak salah ada Bety Nurhajat Jalanita, juga ada Rizma Haidif Firinda. Bety ini pertama kulihat memang orangnya special super pinter dan agak congkak sedikit bawaannya, atau memang karena dia itu super pintar atau bagaimana. Tapi waktu SMA karena kita satu SMA dan satu kelas juga waktu kelas XII, aku tanya ke dia tentang saat GADA BERCAHAYA itu, dia hanya menjawab, “iya memang waktu itu sosialisasiku kurang bagus”. Deny, orangnya murah senyum dan supel sehingga panitia GADA kenal akrab dengan dia. Kulitnya cerah langsat,matanya sipit seperti dia itu keturunan Chinese tapi masih ada Jawanya sedikit. Dia suka bermain catur, dia kayaknya juga jago matematika. Malam itu aku dicubit Deny Setiawan, pundak kiriku, karena aku mencomblangkan dia dengan seseorang. Deny Setiawan dari SD N Tritihwetan 02. Rizma juga sempat ngobrol denganku.
Aku lebih banyak ngantuk meskipun tarian yang disajikan dari siswa SMP Maos bagus-bagus dan acara-acara yang disajikan malam itu cukup menghibur. Sekitar jam 22.00 malam kita kembali lagi ke asrama pusdiklat dengan ngantuk yang hilang karena kita berjalan kaki. Namun, sebelum itu, kita diberi satu kenang-kenangan oleh bupati Cilacap, yaitu ornament topeng ala Indian, dan ada papan tergantung dibawahnya bertuliskan dari Bupati Cilacap. Topeng itu sekarang pecah dan disimpan di lemari.
 Sekitar 10 menit setelah sampai di asrama, aku mencopot sepatu dan merangkak naik ke atas untuk tidur.. Kali ini giliranku yang tidur di pinggir, dia yang tidur di tengah. Kita berdua memang begitu, saling berbagi, dari tempat duduk di bus, tempat tidur, jadi sama-sama pernah merasakan enak, pernah juga merasakan tidak enak. Hari kedua ini, banyak memoriku yang sudah terhapus karena memang kesan yang kudapatkan kurang dibandingkan hari pertama atau hari ke tiga. Memori 16 Agustus 2000... To be continue


Visit Facebook GADA BERCAHAYA http://www.facebook.com/group.php?gid=152370014923

Etika dan Bisnis dalam Dunia Modern


Jika kita memandang situasi etis dalam dunia modern terutama tiga ciri yang menonjol. Pertama, kita menyak­sikan adanya pluralisme moral. Dalam masyarakat-masya­rakat yang berbeda sering terlihat nilai dan norma yang berbeda pula. Bahkan masyarakat yang sama bisa ditandai oleh pluralisme moral. Kedua, sekarang timbul banyak ma­salah etis baru yang dulu tidak terduga. Ketiga, dalam dunia modern tampak semakin jelas juga suatu kepedulian etis yang universal. Mari kita memandang tiga ciri ini secara lebih rinci.
Pluralisme moral terutama dirasakan karena sekarang kita hidup dalam era komunikasi. Konon, ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika (1492), bos­nya di Eropa – raja Spanyol – baru mendengar tentang ke­jadian itu sesudah 5 bulan. Ketika Presiden Amerika Se­rikat, Abraham Lincoln, dibunuh (1865), kabar itu baru sampai di Eropa sesudah 12 hari. Kini melalui media ko­munikasi modern informasi dan seluruh dunia langsung memasuki rumah-rumah kita, sebagaimana juga kejadian­-kejadian di dalam masyarakat kita segera tersiar ke segala pelosok dunia. Dalam hal ini perkembangan mutakhir adalah Internet. Suka tidak suka, bersama dengan menerima informasi sebanyak itu kita berkenalan pula dengan norma dan nilai dari masyarakat lain, yang tidak selalu sejalan dengan norma dan nilai yang dianut dalam masyarakat kita sendiri. Seperti diketahui, beberapa negara komunis yang sejak Perang Dunia II telah berusaha menutup diri terhadap segala pengaruh dan luar, dalam hal ini hanya sebagian berhasil. Lagi pula, sarana pengangkutan modern seperti pesawat terbang, kereta api dan kendaraan bermotor telah mengakibatkan suatu mobilitas yang belum pernah disaksi­kan sepanjang sejarah umat manusia. Ratusan juta manusia setiap tahun melewati perbatasan negara mereka. Kita lihat, mereka pergi semakin jauh, karena sarana pengang­kutan semakin cepat dan pelayanan kewisataan semakin ditingkatkan. Pariwisata sudah menjadi sebuah industri yang dengan sengaja digalakkan untuk menarik sebanyak mungkin devisa. Dunia usaha juga sudah hampir tidak mengenal perbatasan negara, sehingga banyak sekali rnana­jer, konsultan dan teknisi berkeliling dari satu negara ke negara lain, sebagai karyawan salah satu multinational cor­poration. Atau kita lihat saja betapa banyak orang Indonesia pernah menuntut ilmu di luar negeri atau sekarang sedang rnenjalani studi di luar negeri. Tidak dapat disangkal, ma­syarakat kita yang sudah sejak dulu diwarnai “kebhineka­an” sekarang berjumpa dengan kemajemukan norma dan nilai seperti hampir semua masyarakat di dunia. Kema­jemukan itu menyangkut nilai dan norma dalam praktek­-praktek bisnis, umpamanya, tapi juga dalam bidang yang sama sekali lain seperti seksualitas serta perkawinan. Kita lihat, ada beberapa masyarakat yang lebih liberal dan per­misif daripada masyarakat lain tentang hubungan seksual sebelum perkawinan, hubungan homoseksual, pornognafi, dan sebagainya.
Ciri lain yang menandai situasi etis di zaman kita adalah timbulnya masalah-masalah etis baru, yang terutama di­sebabkan perkembangan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya ilmu-ilmu biomedis. Di antara masalah-masalah paling berat dapat disebut: apa yang ha­rus kita pikirkan tentang manipulasi genetis, khususnya manipulasi dengan gen-gen manusia; apa yang bisa dikata­kan tentang reproduksi artifisial seperti fertilisasi in vitro, entah dengan donor atau tanpa donor, entah dengan ibu yang “menyewakan” rahimnya atau tidak; apakah kita bisa menenima eksperirnen dengan jaringan embrio untuk me­nyembuhkan penyakit Alzheimer-umpamanya, entah ja­ringan itu diperoleh melalui abortus yang disengaja atau abortus spontan? Masalah-masalah etis yang timbul ber­hubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, akan dibicarakan lagi secara khusus dalam Bab yang lain.
Ciri ketiga adalah suatu kepedulian etis yang tampak di seluruh dunia dengan melewati perbatasan negara. Globa­lisasi tidak saja merupakan gejala di bidang ekonomi, tapi juga di bidang moral. Kita menyaksikan adanya gerakan-­gerakan perjuangan moral yang aktif pada taraf internasio­nal. Bisa dalam bentuk kerja sama antara Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat, bisa juga dalam bentuk kerja sama antara DPR dari beberapa negara atau serikat-serikat buruh, dan sebagainya. Lebih penting lagi adalah suatu kesadaran moral universal yang tidak terorganisir tapi tampak di mana-mana. Ungkapan-ungkapan kepedulian etis yang terorganisir malah tidak mungkin tanpa dilatarbelakangi oleh kesadaran moral yang universal itu. Gejala paling mencolok tentang kepedulian etis adalah Deklarasi Universal tentanig Hak-hak Asasi Manusia yang diproklamasikan oleh Perseri­katan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948. Proklamasi ini pernah disebut kejadian etis yang paling penting dalam abad ke-20. Deklarasi tersebut tidak merupakan pernyataan hak-hak yang pertama dalam sejarah, tapi merupakan per­nyataan pertama yang diterima secara global karena diakui oleh semua anggota PBB. Dan tanpa memandang isinya, hal ini sudah merupakan suatu fenomena yang luar biasa. Kepedulian etis yang sama tampak juga dalam bentuk uni­versal, karena banyak masalah etis yang baru ditandai uni­versalitas juga, artinya, berlaku untuk seluruh dunia. Di sini dimaksudkan terutama masalah-masalah etis yang ber­kaitan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, masalah seperti lingkungan hidup dan sebagainya.

Sweet Dream by 장나라 (Jang Na Ra)

It's gonna be another day with a sunshine
햇살은 나의 창을 밝게 비추고,
반쯤 눈을 떴을때 그대 미소가 나를 반겨요

내 볼에 살짝 입맞추고 사랑한다고 속삭였죠
내 머리 맡에 모닝커피 혹시 내가 꿈을 꾸나요

It's gonna be another day with a sunshine
햇살은 나의 창을 밝게 비추고
반쯤 눈을 떳을때 그대 미소가 나를 반겨요

When we can get together i feel paradise
이보다 더 행복할 수는 없겠죠
아마 그럴꺼예요 지금 내곁에 그대가 있잖아요

너무 흔해서 나조차도 싫어했었던 내 이름도
왠지 그대가 불러주면 예쁘게만 느껴 지네요

It's gonna be another day with a sunshine
그대가 나를 아름답게 하네요
나를 안아줄래요 사랑한다고 말해줄께요

where we can get together i feel paradise.
마치 난 영화속의 주인공처럼
사랑받기위해서 그대 맘속에 다시태어난거죠

지금 이순간 나보다 행복한 사람은 없겠죠
깨지 않게 해줘요 Don't brake it 난 이꿈안에서

It's gonna be another day with a sunshine
햇살은 나의 창을 밝게 비추고

반쯤 눈을 떳을때 그대 미소가 나를 반겨요

where we can get together i feel paradise.
이보다 더 행복할 수는 없겠죠 아마 그럴꺼에요
지금 내곁에 그대가 있잖아요

It's gonna be another day with a sunshine
그대가 나를 아름답게 하네요
나를 안아줄래요 사랑한다고 말해줄께요



http://gasazip.com/136524

Monday, 2 May 2011

Sign of Wish - 茉樹代 (Makiyo)

つかまえた夢はいつも カタチを変えてしまうから
気づかないうちに全て 失くしてることもあるでしょ
だけどきっと

過ぎた昨日を振り返るたび 心が痛むから
忘れかけてた思いの欠片
見えない明日に探そうよ

I BELIEVE MY DREAM 儚いけど この世界の片隅で
寂しさをこらえながら 輝く日を待っている
いつまでも消えない A SIGN OF WISH

眠らない 夜に独り 居場所を探しつづけてる
消えそうな 星に一つ 願いを届けられるまで
君はもっと

強くなること 孤独だってこと もうわかってるから
遠い幻 追いかけるよに
目覚める空に飛び立とう

七色の虹にとける ジニアの咲く あの丘で
太陽が笑いかける 眩しい未来 信じてる
いつまでも見つめて A SIGN OF WISH

I BELIEVE MY DREAM 儚いけど この世界の片隅で
寂しさをこらえながら 輝く日を待っている
いつまでも消えない A SIGN OF WISH




ROMAJI
Tsukamaeta yume wa itsumo katachi wo kaete shimau kara
Kizukanai uchi ni subete nakushiteru koto mo aru desho
Dakedo kitto

Sugita kinou wo furikaeru tabi kokoro ga itamu kara
Wasure kaketeta omoi no kakera
Mienai asu ni sagasou yo

I believe my dream
Hakanai kedo kono sekai no katasumi de
Sabishisa wo koraenagara kagayaku hi wo matte iru
Itsu mademo kienai
A sign of wish

Nemuranai yoru ni hitori ibasho wo sagashitsuzuketeru
Kiesou na hoshi ni hitotsu negai wo todokerareru made
Kimi wa motto

Tsuyoku naru koto kodoku datte koto mou wakatteru kara
Tooi maboroshi oikakeru yo ni
Mezameru sora ni tobitatou

Nanairo no niji ni tokeru jinia no saku ano oka de
Taiyou ga waraikakeru mabushii yume shinjiteru
Itsu mademo mitsumete
A sign of wish

I believe my dream
Hakanai kedo kono sekai no katasumi de
Sabishisa wo koraenagara kagayaku hi wo matte iru
Itsu mademo kienai
A sign of wish
ENGLISH
The dreams I catch always change shape
And before I realize it, I've lost everything
But I know

Whenever I look back at yesterday, my heart aches
I'm going to search for the forgotten fragments of a memory
In a tomorrow I can't see

I believe my dream
It's fragile, but in a corner of the world
A shining day awaits, holding back the sorrow
It will never disappear
A sign of wish

On sleepless nights, I keep searching alone
Until one wish reaches a star that's about to disappear
You already know

That you will get stronger, that you are lonely
I'll awaken and take flight through the sky
As if chasing a distant phantom

A rainbow melts into that zinnia-covered hill
There the sun is laughing and I believe in a brilliant dream
I'm always looking at it
A sign of wish

I believe my dream
It's fragile, but in a corner of the world
A shining day awaits, holding back the sorrow
It will never disappear
A sign of wish