Hari ke tiga, 17 Agustus 2000, puncak acara dari Gada Bercahaya, hari di mana untuk pertama kalinya aku tidak bersama teman-teman SD ku, dari absen pertama SD kelas 6, Ari Parwati, Ricoh Handayani, Riyanto, Agus Riyanto, Agus Purnomo, Daryono, sampai aku yang absen dua dari terakhir, sebelumnya ada Sugiyanti, Tony Pratomo, dan absen terakhir, Nova Anggih Priawan, setiap tahun mengikuti upacara di lapangan desa Pesanggrahan. Aku tidak pernah absen dari momen itu. Tapi ternyata kelas lima SD itulah aku terakhir kalinya ikut upacara bendera di lapangan Pesanggrahan. Waktu itu, aku sangat merindukan dan ingin sekali ikut upacara bendera di Pesanggrahan. Selalu kita jalan kaki sekitar 20 menit, disusul ada barongan yang senantiasa baris di belakang kita, terus siang pasti ada pertunjukkan ebeg, sampai sore biasanya juga masih menonton ebeg dan berpetualang sama teman-teman SD. Itulah momen yang kuingat di SD sepanjang GADA bercahaya 17 Agustus itu. Namun, semua memang opportunity dan harus mengorbankan yang lain untuk mendapatkan yang lain. Ah, kupikir teman-teman SD pun sedang merasakan kegembiraan..
Jam 4 pagi, kami dibangunkan sekali lagi oleh panitia yang bertugas membangunkan peserta. Kali ini, sirine itu sudah terdengar tidak asing lagi di telingaku. Suaranya masih sama seperti sirine polisi, nguing nguing nguing, mula-mula terdengar pelan, kemudian mengeras seiring waktu, kemudian disusul dengan terdengar suara membangunkan seperti para demonstran yang sedang berdemo dalam ruangan menggunakan mega phone, dengan suara yang lantang si petugas bilang, “ayo bangun, persiapan sholat subuh”. Aku masih agak malas bangun dan Udhikpun lebih malas dari aku, dia masih tertidur di sebelahku.Aku ga tahu entah dia sudah bangun, entah belum. Namun, aku lantas mengusir rasa malasku dan segera membangunkan Udhik. Beberapa saat kemudian, Udhik juga terbangun. Pagi itu, aku paham, hari terakhir aku menginap, pagi terakhir pula aku berada di Asrama Pusdiklat. Tidak terasa hampir secepat itu tiga hari berlalu. Udhik yang kutanya mengenai waktu kenapa cepat berlalu, dia pun menjawab hal yang sama. Setelah membangunkan Udhik, aku lantas turun dari ranjang tingkat tempat aku tidur bersama dia. Aku mulai mengambil keperluan yang sekiranya kubutuhkan untuk pergi ke belakang. Suasana saat itu masih cukup sunyi sehingga aku tidak lagi mengantri untuk masuk kamar mandi.
Usai dari kamar mandi, aku segera mengambil sarung di kamar dan bersama teman-teman kamar, kami bersama-sama menuju mushola untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Pasca salat subuh itupun,kami melanjutkan dengan olahraga bersama dan apel pagi. Apel itu adalah apel terakhir, 17 Agustus, hari kemerdekaan Indonesia. Apel dilakukan untuk sekedar membriefing saja agenda hari ini. Dilanjutkan dengan istirahat, MCK kemudian sarapan pagi sampai jam 7.30, kemudian kami berkemas-kemas sebentar untuk menyiapkan keperluan upacara, memakai baju putih celana merah, bertopi dan mengenakan co-card seperti biasanya. Bus sudah menunggu di luar yang memang sudah dibagi per level SD- SMA. Aku dan Udhik seperti biasa naik bis itu, salah satu dari beberapa bus. Bus melaju menuju lapangan stadion Cilacap. Kali itulah aku pertama kali masuk stadion itu. Ada tendanya khusus untuk tamu yang berjajar kursi di sana. Aku kira kursi itu bukan tempatku duduk karena mungkin untuk tamu undangan. Eh ternyata kita termasuk tamu undangan yang ada. Kulihat kakak SMA yang menjadi paskibra kelihatan dewasa banget, mereka tegap dan lantang. Aku ingin menjadi seperti mereka, haha (tapi ternyata belum jadi kesempatanku)..
Upacara dimulai ketika pembawa acara membacakan susunan acara, dilanjutkan laporan-laporan dsb hingga pengibaran sang merah putih,, Menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama-sama, kami berdiri dan member hormat pada bendera. Terdengar paduan suara menyayikan lagu ini dengan sangat lantang. Kemudian diiringi mengheningkan cipta, pidato , kemudian sirine ambulans menguing-nguing tanda detik-detik proklamasi,,, kemudian dibacakan naskah teks proklamasi.. Acara dilanjutkan dengan pidato. Di tengah masa pidato, aku melakukan kenakalan sama anak perempuan yang dia tergolong sangat mini, dan aku memanggilnya “kunthet, kunthet, kunthet, kunthet, net, net, net”dengan nada Mario bross hingga dia menangis,, Lalu, aku lari dari tanggungjawab, huhu…hiks..kasihan dia, aku lupa namanya…
Upacara telah selesai sekitar pukul 10.30. Perasaan upacara saat itu sangat menguras tenaga dan bahkan ada yang pingsan beberapa orang, namun tidak termasuk saya, hehe.. Kami lalu pulang menuju asrama. Hari ke tiga ini adalah hari di mana kita mendapat jatah porsi untuk berlibur dan bersenang-senang. Kami singgah di asrama hanya sebentar untuk membawa perlengkapan dan bekal secukupnya untuk pergi ke Nusakambangan, tempat pertama yang kami kunjungi. Selepas dari asrama menggunakan bis, di sampingku ada Udhik seperti biasa.Bus melaju dengan kecepatan sedang menuju pelabuhan Cilacap penyeberangan ke Nusakambangan. Siang itu sudah menjelang dzuhur, bis mulai naik kapal untuk kemudian menyeberang menuju Nusakambangan. Bosan tetap stay di dalam bus, aku memutuskan untuk keluar bis. Sebelumnya kami dibagi makan siang nasi kotak. Naas, pisangku tidak ada, aku tanya ke Udhik dan siapapun mereka ada pisangnya. Menerima apa adanya dan mengucap terimakasih kepada Allah masih dikasih makan,,
Makan sudah selesai dan tiba gilirannya kami ke luar bis untuk menjejaki sekeliling kapal. Wow, kapalnya sangat luas bagai garasi saja, 3 bus pun masih kelihatan cukup longgar. Berjalan-jalan sebentar untuk kemudian menikmati pemandangan alam yang sangat indah, melihat segara anakan, kampong njojok yang terpencil dan segenap pemandangan yang dapat kunikmati waktu itu. Kapal sudah bersiap akan berlabuh di pelabuhan Nusakambangan, untuk kemudian kami bersama-sama naik ke dalam bus lagi. Kami lantas turun dari bus dan menjejakkan kaki di Nusakambangan. Tempat itu pun terdapat penjual makanan di tepi pantai meskipun aku tahu harganya lebuh mahal sampai 100%.. Aku dan Udhik lantas membeli mie remez ABC dengan slogannya waktu itu (mie remes ABC, remes, kocok, makan) dan twitsko (twitsko twitsko pujaan, membuat lidah menari-nari), snack ringan yang masih kugemari sampai sekarang. Bus untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju wisata setelah kami briefing sebentar. Setiap bus diisi pemandu 1 orang dengan membawa megaphone yang siap untuk menjadi pengeras suara sehingga kita dapat mengetahui seluk beluk tempat-tempat yang kita lalui.
Tempat yang kita kunjungi pertama kali adalah Goa Ratu. Goa Ratu adalah goa yang terletak di Nusakambangan. Setelah perjalanan 15 menit menelusuri Nusakambangan dengan jalan yang sempit dan berkelok-kelok, kami sampai di gua Ratu. Kemudian masuk ke goa. Pemandu bilang agar kami berhati-hati karena memang tempatnya gelap. Di ruang pertama kami harus hati-hati dengan kelelawar karena memang di situ pusat kelelawar. Seperti yang sudah diketahui bahwa tempat kelelawar pasti banyak terdapat kotoran. Hal itu yang membuat kami harus berhati-hati agar tidak terpeleset. Ruang ke dua adalah ruang gondo mayit. Ketika mendengar nama itu, sontak semua histeris. Aku juga merasa sedikit takut, namun aku berusaha membuang rasa takut itu jauh-jauh. Waktu itu juga posisiku masih bersama Udhik ini. Saya sejatinya lupa dengan ruang gondo mayit ini, kenapa dinamakan seperti itu. Yang jelas dulu digunakan untuk mayat-mayat.
Ruang yang ke tiga adalah ruang di mana terdapat batu yang berkilauan jika disinari lampu. Panitia waktu itu membawa lampu petromaks dan senter untuk menerangi area goa. Batu itu disinari dengan senter dan petromaks. Benar saja, warna-warni muncul dari batu itu, yang berada di dinding gua. Acara di dalam gua ratu berkisar antara 20 menit. Pasca itu, kami keluar gua untuk melanjutkan perjalanan. Keringat mengucur sangat derasnya membasahi bajuku saat itu..
Perjalanan selanjutnya aku merasa agak marah karena tempat duduk kami diduduki orang, Aryudha dan teman homonya, haha, dari SD Jenang 4, yang kupingnya caplang, tinggi. Mereka sangat menyebalkan menyerobot kursi orang sembarangan. Aku yang tahu saat itu, mengusir mereka, namun tidak mau. Aku mengambil jalan tengah untuk membagi kursi itu menjadi 4 tempat, Udhik dengan pasrah akhirnya bisa duduk lagi.Di tengah perjalanan, aku sempat menjahili mereka dan beradu argument serta adu mulut.
Perjalanan melewati sungai malaria. Sungai itu sangat berbahaya karena terdapat nyamuk malaria yang menimbulkan penyakit malaria. Sepintas kuperhatikan memang airnya kering tidak mengalir dan sungainya kecil. Selanjutnya, kami tidak mampir ke penjara batu, hanya melewati saja. Pemandu mengisyaratkan bahwa itu adalah penjara batu. Kami juga melewati kota kecamatan. Namun, alangkah kagetnya aku. Kota cuma 3 rumah dan tidak ada warung atau toko sama sekali??.. hm hm,, Masih terheran-heran, sampailah kita di pentai Ujung Barat Nusakambangan, Pantai Permisan. Jam sudah menunjukkan waktu 12.30, saatnya kita mulai salat Dzuhur di salah satu mushola dekat Permisan. Air yang ada hampir tidak cukup untuk wudlu, dan beruntungnya aku masih mendapatkan jatah air wudlu.. Salat dzuhur segera dilaksanakan. Aku membawa sarung yang memang telah kusiapkan di tas sebelumnnya. Saat itu, aku mendengar Deny dan panitianya bercakap-cakap tentang kompetisi catur, wkwk, membuatku jengkel saja karena Deny itu kelihatannya sok pintar,,
Pasca salat, aku dan Udhik bersama berjalan ke pantai Permisan untuk menikmati ombak. Benar-benar pantai yang indah dan ombaknya besar. Yang paling menarik perhatian adalah cangkang kerang yang ada lumayan bagus dan banyak bertebaran. Aku dan Udhik mempunyai inisiasi untuk mencari kerang itu sebanyak-banyaknya. Dengan menggunakan bungkus mie remes ABC, kami mengumpulkan dan membungkus kerang itu. Bersama teman-teman lain, aku juga berjalan menuju satu karang yang cukup tinggi, di mana ada beberapa orang sedang memancing di sana. Karang yang tertimpa ombak namun tidak goyah, karang penghalang.. Belum puas kami main di sana, panitia dengan membawa megaphone mengumumkan bahwa waktu telah habis..Padahal kami belum sempat menikmati sampai puas. Namun memang jarum jam menunjukkan pukul 15.30. Kerang yang aku kumpulkan hanya satu bungkus, Udhik juga dapat plastik bungkus.
Perjalanan kami lanjutkan lagi menuju asrama melewati Nusakambangan dengan rute balik arah dengan start Pantai Permisan. Dua anak menyebalkan itu pindah bus dan tidak mengganggu kami lagi. Di atas kapal pada saat pulang, aku melihat pembatas laut yang berwarna orange seperti marka mengapung. Pemandangan sangat indah saat itu. Panitia menjelaskan sebenarnya kita akan dibawa jalan-jalan menuju pantai Teluk Penyu, namun karena waktu tidak memungkinkan, maka terpaksa kita langsung cabut pulang ke asrama. Dalam kapal. Aku mengajak Udhik turun dari bis dan menikmati suasana sore itu. “ Ayo, Dhik metu”. Dia menurut ajakanku. Kami lalu keluar dari kapal dan mendapatkan pemandangan di deck kapal. Kami menikmati sepoinya angin sore itu, melihat gunung yang ada. Aku sempat bilang, “Udhik, kowe weruh gunung sing keton kroak, kae perek karo umahku”. Dia hanya menggut-manggut saja. Lalu dia masih melihat pemandangan sekitar. Aku lari agak ke depan, di deck paling depan. Kami lalu berdiri di sana,menikmati sunset dan angin sore itu. Aku masih ingat sempat menanyakan,”Dhik, jeneng lengkapmu sapa?”. Dia menjawab dengan cukup keras sampai aku bisa mendengarnya dengan baik, “Udhik Pandu Tunggal Rahargo” (nama inilah yang masih berusaha kuingat sampai sekarang untuk mencarinya selama 11 tahun ini, lewat online, facebook dan segala macam cara untuk menemukannya hanya dengan berbekal nama lengkapnya). Dia balik tanya, “Lah kowe sapa?”. Aku menjawab, “ Tri Hariyana Risdiyanto”. Aku juga melihat nama SDnya di topinya, SDN Pegadingan 7 (tapi pas beberapa hari setelah itu, pas aku lihat peta Cilacap di SD, aku jadi lupa antara SD Pegadingan 7 atau 2). Dia menanyakan tentang cita-citaku. Aku menjawab menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa, agama. Diplomatis banget, hehe. Dia kutanyakan pertanyaan yang sama, dan jawabannya adalah dia ingin jadi dosen. Sama seperti cita-citanya saat ini, menjadi dosen. Begitulah segelintir percakapanku sore itu dengan dia, menikmati matahari sore dan deburan air serta pemandangan di atas deck kapal hingga kami sampai lagi ke asrama pusdiklat.
Sore itu, kami lebih banyak packing dan mengambil sertifikat GADA BERCAHAYA di ruangan lobi utama. Ibuku juga datang untuk membantuku packing dan memasukkan kerang yang Udhik cari ke dalam tasku tanpa aku menyadarinya. Tas pakaian yang kupakai saat itu adalah tas ABRI punya pakdheku yang memang TNI. Ibuku kemudian pulang. Sore itu, saatnya bersih-bersih diri serta berkemas-kemas karena malam hari itu, kami harus sudah pulang. Mas Prio Anggoro pun memberitahukan tentang informasi tentang nomor polisi mobil yang membawa kita pulang. Malam hari itu, terakhir kali di Pendopo sebelum pulang, aku tidak bersama Udhik duduknya,entah kenapa. Di sebelah kiriku ada Deny Setiawan, dari SD Jeruklegi 02. Pada saat makan malam, jeruknya jatuh dan menggelinding, padahal punya dia manis dan besar, punyaku agak kecut. Aku mengambil. Ada yang bilang, “kalau jeruknya sudah diambil, berarti itu miliknya dia”, bilang padaku begitu. Aku dan Deny percaya saja. Aku akhirnya memberikan jerukku ke Deny. Memang saja, jeruknya sangat manis, hehe. Beda dengan jerukku yang kayaknya masam. Aku sudah tidak peduli dan bosan dengan acara malam itu, akhirnya cuma bercanda saja dengan Deny. Pundak kiriku dicubitnya karena aku mencomblangin dia dengan cewe di sebelah kiriku, dari Maos kalo ga salah (cubitan itu masih terasa sampai aku sampai di rumah). Acara di pendopo selesai, penutupan dan situasi menjadi hiruk pikuk. Aku sudah tahu posisi mas Prio Anggoro, namun mungkin aku tertinggal kalo aku tidak cepat-cepat mengikutinya. Dalam kurun waktu 30 detikan, aku teringat Udhik dan mencari Udhik. Nyata dia sedang celingukan mencari seseorang. Aku memanggilnya dari jauh 4X dengan suara yang masih kecil dan melengking, Udhik.. Udhik.. Udhik.. Udhik.. Dia tidak mendengar.. Pasrah dan berjalan keluar mengikuti mas Prio Anggoro dan rombongan dari Cilacap. Kami keluar pendopo dan menunggu kol jemputan. Sampai di asrama, aku mengambil tas di kamar sedangkan tas Udhik masih ada di sana. Tidak mungkin lagi aku menunggu Udhik kembali ke asrama. Aku berat hati meninggalkan asrama itu, terakhir kali bertemu Rahmat dan kita saling toast..bersalaman untuk terakhir kali.. Masuk mobil dan melanjutkan perjalanan pulang.. Sampai di rumah, di tetangga ada orkes music 17 Agustus. Pemuda pada berjoget sedangkan aku di kamar merenungkan masa-masa yang telah lewat 3 hari….
salam kenal
ReplyDeletega sengaja nemu postingan ini
semoga komen sy dibaca ya oleh admin
sy juga alumni gada bercahaya tahun 2003, wkt it sy kelas 3 SMP
klo dihitung2, kita mungkin satu angkatan
cerita di postingan ini mengingatkan sy pd 3 hari paling berkesan it
ga semua anak punya kesempatan ikut dalam acara ini kan ya
hehehe
(Bening)
Hai salam kenal juga Elang Kelana
ReplyDeleteIya terima kasih atas komentarnya,, :)
Maaf baru sempat mereply..
Memang GADA BERCAHAYA sulit sekali untuk dilupakan walaupun hanya 3 hari
Iya,kita satu angkatan,hampir,hehe
Hari ke tiga entah kenapa paling berkesan,mungkin karena hari terakhir dan sudah akan pada berpisah.. sayang ya cuma tiga hari,coba dijadikan seminggu begitu,hehehehe...