Jika kita memandang situasi etis dalam dunia modern terutama tiga ciri yang menonjol. Pertama, kita menyaksikan adanya pluralisme moral. Dalam masyarakat-masyarakat yang berbeda sering terlihat nilai dan norma yang berbeda pula. Bahkan masyarakat yang sama bisa ditandai oleh pluralisme moral. Kedua, sekarang timbul banyak masalah etis baru yang dulu tidak terduga. Ketiga, dalam dunia modern tampak semakin jelas juga suatu kepedulian etis yang universal. Mari kita memandang tiga ciri ini secara lebih rinci.
Pluralisme moral terutama dirasakan karena sekarang kita hidup dalam era komunikasi. Konon, ketika Christopher Columbus menemukan benua Amerika (1492), bosnya di Eropa – raja Spanyol – baru mendengar tentang kejadian itu sesudah 5 bulan. Ketika Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln, dibunuh (1865), kabar itu baru sampai di Eropa sesudah 12 hari. Kini melalui media komunikasi modern informasi dan seluruh dunia langsung memasuki rumah-rumah kita, sebagaimana juga kejadian-kejadian di dalam masyarakat kita segera tersiar ke segala pelosok dunia. Dalam hal ini perkembangan mutakhir adalah Internet. Suka tidak suka, bersama dengan menerima informasi sebanyak itu kita berkenalan pula dengan norma dan nilai dari masyarakat lain, yang tidak selalu sejalan dengan norma dan nilai yang dianut dalam masyarakat kita sendiri. Seperti diketahui, beberapa negara komunis yang sejak Perang Dunia II telah berusaha menutup diri terhadap segala pengaruh dan luar, dalam hal ini hanya sebagian berhasil. Lagi pula, sarana pengangkutan modern seperti pesawat terbang, kereta api dan kendaraan bermotor telah mengakibatkan suatu mobilitas yang belum pernah disaksikan sepanjang sejarah umat manusia. Ratusan juta manusia setiap tahun melewati perbatasan negara mereka. Kita lihat, mereka pergi semakin jauh, karena sarana pengangkutan semakin cepat dan pelayanan kewisataan semakin ditingkatkan. Pariwisata sudah menjadi sebuah industri yang dengan sengaja digalakkan untuk menarik sebanyak mungkin devisa. Dunia usaha juga sudah hampir tidak mengenal perbatasan negara, sehingga banyak sekali rnanajer, konsultan dan teknisi berkeliling dari satu negara ke negara lain, sebagai karyawan salah satu multinational corporation. Atau kita lihat saja betapa banyak orang Indonesia pernah menuntut ilmu di luar negeri atau sekarang sedang rnenjalani studi di luar negeri. Tidak dapat disangkal, masyarakat kita yang sudah sejak dulu diwarnai “kebhinekaan” sekarang berjumpa dengan kemajemukan norma dan nilai seperti hampir semua masyarakat di dunia. Kemajemukan itu menyangkut nilai dan norma dalam praktek-praktek bisnis, umpamanya, tapi juga dalam bidang yang sama sekali lain seperti seksualitas serta perkawinan. Kita lihat, ada beberapa masyarakat yang lebih liberal dan permisif daripada masyarakat lain tentang hubungan seksual sebelum perkawinan, hubungan homoseksual, pornognafi, dan sebagainya.
Ciri lain yang menandai situasi etis di zaman kita adalah timbulnya masalah-masalah etis baru, yang terutama disebabkan perkembangan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya ilmu-ilmu biomedis. Di antara masalah-masalah paling berat dapat disebut: apa yang harus kita pikirkan tentang manipulasi genetis, khususnya manipulasi dengan gen-gen manusia; apa yang bisa dikatakan tentang reproduksi artifisial seperti fertilisasi in vitro, entah dengan donor atau tanpa donor, entah dengan ibu yang “menyewakan” rahimnya atau tidak; apakah kita bisa menenima eksperirnen dengan jaringan embrio untuk menyembuhkan penyakit Alzheimer-umpamanya, entah jaringan itu diperoleh melalui abortus yang disengaja atau abortus spontan? Masalah-masalah etis yang timbul berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, akan dibicarakan lagi secara khusus dalam Bab yang lain.
Ciri ketiga adalah suatu kepedulian etis yang tampak di seluruh dunia dengan melewati perbatasan negara. Globalisasi tidak saja merupakan gejala di bidang ekonomi, tapi juga di bidang moral. Kita menyaksikan adanya gerakan-gerakan perjuangan moral yang aktif pada taraf internasional. Bisa dalam bentuk kerja sama antara Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat, bisa juga dalam bentuk kerja sama antara DPR dari beberapa negara atau serikat-serikat buruh, dan sebagainya. Lebih penting lagi adalah suatu kesadaran moral universal yang tidak terorganisir tapi tampak di mana-mana. Ungkapan-ungkapan kepedulian etis yang terorganisir malah tidak mungkin tanpa dilatarbelakangi oleh kesadaran moral yang universal itu. Gejala paling mencolok tentang kepedulian etis adalah Deklarasi Universal tentanig Hak-hak Asasi Manusia yang diproklamasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948. Proklamasi ini pernah disebut kejadian etis yang paling penting dalam abad ke-20. Deklarasi tersebut tidak merupakan pernyataan hak-hak yang pertama dalam sejarah, tapi merupakan pernyataan pertama yang diterima secara global karena diakui oleh semua anggota PBB. Dan tanpa memandang isinya, hal ini sudah merupakan suatu fenomena yang luar biasa. Kepedulian etis yang sama tampak juga dalam bentuk universal, karena banyak masalah etis yang baru ditandai universalitas juga, artinya, berlaku untuk seluruh dunia. Di sini dimaksudkan terutama masalah-masalah etis yang berkaitan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, masalah seperti lingkungan hidup dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment